Makalah Teknologi Budidaya Padi Diindonesia
Makalah teknologi Budidaya Padi Diindonesia Kali ini admin akan berikan makalah seputar pertanian dengan judul Teknologi Budidaya Padi yuk langsung saja di baca di bawah ya semoga bisa menjadi referensi kalian semua
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi
merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di beberapa negara di Asia
termasuk Indonesia yang telah berlangsung ratusan tahun. Kini hampir90%
produksi padi dihasilkan dan dikonsumsi di Asia. Hal ini mengisyaratkan upaya
peningkatan produksi padi menjadi suatu keniscayaan mengingat
jumlah penduduk dunia terus
bertambah dengan laju 1,3% per tahun. Pada tahun 2025 mendatang jumlah penduduk
dunia diperkirakan akan mencapai 8,3 milyar (Balitbangtan, 2011). DiIndonesia,
jumlah penduduk pada
tahun 2010 suda mencapai 237,56 juta jiwadengan
kebutuhan beras 33,06 juta ton/tahun dengan asumsi 139 kg/kapita/tahun.Terkait
dengan peningkatan jumlah penduduk yang menjadi 241 juta jiwa padatahun 2011,
pemerintah menargetkan produksi padi menjadi 68,59 juta ton gabahkering giling (GKG) atau setara dengan
38,57 juta ton beras. Angka ini meningkatsebesar 2,1 juta ton GKG atau 3,2%
dibandingkan dengan sasaran
produksi padi pada tahun 2010 (Anonim, 2011).
Selain padi,
daging merupakan pangan yang
cukup penting. Dalam 10 tahun terakhir, pengembangan sub-sektor peternakan telah
menunjukkan hasil yangnyata, terutama kontribusinya terhadap
PDB. Konsumsi daging, telur, dan susumasing- masing meningkat 7,6%; 5,22%; dan
0,92%. Namun peningkatan konsumsi belum diimbangi oleh peningkatan
produksi, terutama daging sapi yang
populasinya bahkan menurun hingga 4,1%/tahun (Kusnadi, 2008). Untuk
memenuhi kebutuhandaging dalam negeri sebagian harus diimpor.
Kebutuhan
daging sapi tahun
2014 merujuk pada konsumsi daging perkapita yang naik
dari tahun 2013 sebesar 2,2 kg/tahun menjadi 2,36 kg/tahun. Sementara itu,
pemenuhan konsumsi daging sapi yang berasal dari impor hanya58.280 ton
atau 9,8 persen berasal dari sapi bakalan sebesar 34.970 ton atau setara
175.407 ekor, sementara dalam bentuk daging sebesar 23.3100 ton.
Untukmenyediakan kebutuhan daging lokal
tahun 2014, dibutuhkan populasi
sapimencapai 19,7 juta ekor, sementara untuk sapi potong harus tersedia sebesar
17,6 jutaekor lebih tinggi dari populasi sapi potong tahun 2013 sebesar 16,8
juta ton (Anonim,2013).
Swasembada
daging sapi sudah dicanangkan sejak tahun 2005 dan ditargetkan dapat tercapai
pada tahun 2010, namun kenyataannya belum dapat tercapai, sehingga
pemerintah menargetkan kembali
swasembada baru tercapai pada tahun 2014. Konsepswasembada daging sapi tentu
bukanlah hal yang tidak mungkin dicapai jika adakesungguhan dari semua pihak
untuk membangun agribisnis ternak sapi potong dalamnegeri. Potensi pasar dan
sumber daya yang mendukung seharusnya menjadi peluang untuk pengembangan ternak
sapi potong dengan keunggulan komparatif dankompetitif di pasar lokal maupun
ekspor.
Populasi
sapi Indonesia bisa berkembang karena usaha tersebut cukup prospektif, terbukti
saat ini tumbuh usaha penggemukan sapi di sejumlah daerah termasuk yang
didorong melalui Program Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) sejak2011. Kelompok
tani diberikan sejumlah sapi kemudian petani mengolah kotoran sapimenjadi kompos.
Terdapat kelompok tani yang mampu mengembangkan usahaproduksi kotoran dan urine
sapi sebagai usaha utama, sedangkan
penggemukan sapimenjadi usaha sampingan. Hasil penjualan kotoran dan
urine sapi memberikan pendapatan sehari sebesar Rp. 22.000/ekor, sementara
pembelian pakan hanya Rp.
7.000/ekor. Rata-rata harga kompos
di UPPO berkisar
antara Rp. 600- 750/kg yang diserap
petani setempat.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Teknologi
Budidaya Padi?
2.
Bagaimanakah Teknologi
Pengelolaan Ternak?
3.
Bagaimanakah Pengolahan
Jerami Dan Dedak?
4.
Bagaimanakah Pengolahan
Pupuk Kandang?
1.2 Tujuan
1.
Untuk Mengetahui
Teknologi Budidaya Padi.
2.
Untuk Mengetahui
Teknologi Pengelolaan Ternak.
3.
Untuk Mengetahui
Pengolahan Jerami Dan Dedak.
4.
Untuk Mengetahui
Pengolahan Pupuk Kandang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teknologi Budidaya Padi
Teknologi
budidaya padi saat ini dikenal dengan pengelolaan tanaman terpadu(PTT). Komponen teknologi yang
diterapkan dalam PTT dikelompokkan ke dalamteknologi dasar dan pilihan.
Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untukditerapkan di semua lokasi padi
sawah. Menurut Zaini et al. (2009), komponen teknologi dasar terdiri atas: (1).
Varietas unggul baru berdasarkan agroekosistem, (2).Benih bermutu dan berlabel,
(3). Pemberian bahan organik berupa pengembalian jeramidalam bentuk kompos atau
pupuk kandang, (4). Pengaturan populasi tanaman secaraoptimum, (5).
Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan pendekatanpengendalian
hama terpadu.
Penerapan
komponen pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dankemampuan petani
setempat. Teknologi pilihan
terdiri atas: (1). Pengolahan tanahsesuai musim dan pola tanam, (2). Penggunaan
bibit muda (<21 hari setelah sebar),(3).
Tanam bibit 1-3
batang/rumpun, (4). Pengairan secara efektif dan efisien, (5).Penyiangan
dengan landak atau gasrok, (6). Panen tepat waktu dan gabah segeradirontok.
Menurut Suyasa et al. (2004), penerapan budidaya padi dengan sistem tandurjajar
legowo, pengairan secara intermitten selama 5 hari, pemberian kompos 2
ton/ha,150 kg urea/ha, 60 kg SP-36/ha, dan 40 kg KCl/ha berdasarkan bagan warna
daunmampu memberikan hasil padi
inbrida tertinggi sebesar 7,87
ton/ha.
Peran ternak
dalam teknologi budidaya padi
diantaranya pengolahan tanah dengan
tenaga ternak dan
penggunaan kotoran ternak yang
telah terdekomposisi dapat
menyuburkan tanah yang mulai mengeras akibat penggunaanpupuk kimia yang sangat
intensif. Seekor sapi
dewasa dapat menghasilkan kotoran(feses/tinja) 8-10 kg setiap hari yang
dapat diproses menjadi 4-5 kg
kompos/hari (Haryanto et
al., 2003). Adapun urine sapi
ditampung dari hasil pembuanganternak kemudian disimpan dalam drum plastik,
diolah dengan ramuan dan kemudiandiendapkan.
Pupuk
cair dari urine tersebut dapat digunakan untuk menyuburkan tanamanpadi melalui
penyemprotan daun. Pupuk organik dari kotoran dan urine yang dihasilkan sapi
SIPT sangat laris dan banyak pemesannya, akan tetapi persediaanterbatas
(Khairiah dan Handoko,
2009). Peranan limbah
ternak belum sepenuhnya mengganti peran
pupuk anorganik, namun dapat menambah
atau melengkapi kekurangan unsur
mikro yang tidak diperoleh pada pupuk anorganik.
2.2 Teknologi Pengelolaan Ternak
Keberhasilan
pemeliharaan sapi dipengaruhi beberapa hal diantaranya pemilihan sapi bakalan
yang digunakan yaitu peranakan
Ongole (lokal) atau
sapi bangsa lain dengan ciri-ciri yaitu ternak siap berproduksi minimal
umur 3 tahundengan bobot badan minimal 250 kg. bentuk tubuh ideal, kerangka
besar/kuat,kesehatan ternak cukup baik, dan bebas penyakit. Perbaikan manajemen
pemeliharaandapat meningkatkan kualitas sapi Bali. Penampilan reproduksi sapi
Bali yang dipelihara secara
intensif adalah umur sapi
Bali mengalami berahi pertama718,57 ± 12,65 hari, umur
pertama melahirkan 1.104,51 ± 23,82 hari, calvinginterval 350,46 ± 27,98 hari,
dan angka konsepsi sebesar 1,65 ± 0,87 (Siswanto et al.,2013).
Pengelolaan
sapi secara intensif dengan memperhatikan aspek pakan(konsentrat dan jerami
padi fermentasi), manajemen kandang kolektif, dan kesehatan hewan mampu
meningkatkan average daily gain (ADG) 0,89 kg/ekor/hari selamaperiode
penggemukan sapi, lebih tinggi daripada pola petani yang
hanya 0,29 kg/ekor/hari. ADG yang dihasilkan meningkat sekitar 0,6
kg/ekor/hari (67,42%),sehingga mampu menghasilkan ADG 0,29-0,89 kg/hari atau
87- 267 kg/ekor/tahun.
Kegiatan penggemukan sapi tidak hanya untuk pencapaian
nilai ADG yang tinggi saja, namun
bagaimana ternak sapi dapat
memanfaatkan jerami padi yangselama ini belum optimal, sehingga dapat
menekan biaya produksi
dan ramahlingkungan (Basuni et
al., 2010b). Penanganan kesehatan ternak sangat penting untukmengendalikan
parasit, kesehatan reproduksi, dan
kesehatan secara umum.
Ternak sapi perlu diberi obat cacing dan vitamin B- kompleks di awal
pemeliharaan. Sapiyang terkena serangan cacing memiliki bobot tubuh yang sangat
kurang, sehingga tidak berproduksi secara optimal.
Bioteknologi
reproduksi berpengaruh terhadap 4 faktor utama yang menentukan perubahan
genetik, yakni: (1). Intensitas seleksi, (2). Laju reproduksi, (3). Tersedianya
teknologi yang efisien dan secara sosial dapat diterima, dan
(4). Kondisi keuangan yang cukup tersedia. Manipulasi
genetik merupakan satu-satunya bioteknologi yangdapat memenuhi pembentukan
variasi genetik pada spsesies diantara keragaman mutasialam, dengan
meningkatkan jumlah yang akan diseleksi
atau menghasilkan spesies
baru yang belum ada sebelumnya.
Teknologi
transfer embrio memungkinkan dapat dilakukannya perpaduan antarapeningkatan
akurasi dan intensitas seleksi pada tingkat inbreeding yang
akan mengurangi interval antar
generasi. Produksi embrio, cloning, dan teknologi transferembryo merupakan
metode baru dalam menentukan peningkatan mutu genetik padasapi (Lubis, 2000).
Menurut Mariyono dan Romjali (2007), produktivitas ternakdipengaruhi oleh
faktor lingkungan sampai 70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%.
Di
antara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar
sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak
tinggi,namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan
kualitas,maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Kontribusi usaha
tanaman padi dalam pengelolaan pakan
ternak sapi yaitu
limbah pertanian berupa jerami padi baik yang difermentasi maupun
tidak. Namun jerami yang
tidak difermentasi tidak
dapat dicerna oleh ternak dengan baik karena mengandung lignin dan hemiselulosa,
sepertiyang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Menurut
Prihartini et al.
(2009), biodegradasi lignin pada jerami bertujuanuntuk
menghilangkan lignin, meningkatkan kecernaan selulosa dan jumlah protein, sehingga meningkatkan kualitas jerami sebagai pakan
ternak. Prihartini et al. (2007),menemukan isolat bakteri TLiD dan BOpR mampu
mendegradasi lignin dan organochlorin (lignolitik) dan spesifik tumbuh baik
pada jerami padi. Fermentasijerami padi dengan isolat TLiD dan BOpR dapat
menurunkan kandungan lignin jeramipadi sampai 100% pada fermentasi hari ke-7 dan
meningkatkan protein kasar (PK)jerami padi.
Efisiensi degradasi
isolat tinggi dimana degradasi lignin lebih
tinggidibandingkan selulosa. Menurut
Basuni et al.
(2010a), sapi dipelihara di
kandangkelompok, pakan berupa jerami
padi fermentasi dan
konsentrat diberikan 3% daribobot badan. Ternak diberi pakan 2 kali/hari
yaitu pagi dan siang hari. Pertambahan bobot badan dihitung dengan cara
mengurangi bobot badan akhir dengan
bobotbadan awal dibagi dengan jumlah hari antara kedua bobot badan.
Pengamatan
terhadap pertambahan bobot hidup sapi juga dilakukan terhadapsapi bakalan yang
dipelihara untuk digemukkan dan selanjutnya dijual, sehingga petanimemperoleh
keuntungan dari kelebihan pertambahan berat badan serta harga yanglebih tinggi
pada sapi yang berat. Penimbangan dilakukan setiap bulan sekali untuk
mengetahui pertambahan bobot
badan, tinggi badan
dan lingkar dadanya.
Pengembangan sistem
usahatani SIPT perlu dilakukan melalui pendekatankelompok. Cara ini
dapat memudahkan pemerintah dalam memberikan
penyuluhan dan pelatihan selain mengintensifkan komunikasi di antara
anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dengan pemerintah (Basuni et
al., 2010a). Penelitiankomponen peternakan telah banyak dilakukan mulai sistem
kandang, pemberian pakan,sistem
perkawinan, dan manajemen kesehatan ternak.
Bunch
(2001), menyatakan bahwa jumlah komponen teknologi yang diperkenalkan perlu
dibatasi sesuai dengan keinginan petani. Sebagian besar petanimempelajari
keutungan teknologi, tingkat kerumitan, dan mudah tidaknya teknologi
diterapkan. Komponen teknologi berupa kandang kawin, kandang pejantan,
dankandang penyapihan bagi petani kecil dengan tingkat pemahaman
yang relatif rendah, menilai bahwa komponen teknologi
tersebut memberikan tugas tambahan darikebiasaan yang dilakukan dan menambah
biaya pengeluaran.
Pengembangan
komponen teknologi tersebut akan lebih efisien apabila diterapkan melalui
kandang kumpul, namun sangat tergantung sumberdaya yangdimiliki kelompok
peternak seperti sumberdaya lahan untuk kandang.
2.3 Pengolahan Jerami Dan Dedak
Limbah
pertanian (by-product) olahan memiliki kandungan protein 12% lebihtinggi
daripada kandungan protein
rumput sekitar
9%.
Palatabilitas pakan olahan lebih baik karena
mengandung molase dan
pikuten
(mineral
komersial) (Sariubang, 2010). Limbah pertanian dapat diolah menjadi
pupukorganik, pakan ternak, dan dedak sebagai berikut:
1. Pengolahan Jerami Sebagai Pupuk.
Pembakaran
jerami akan mengurangi unsur hara yang terkandung didalamnya, sedangkan
penelantaran jerami di lahan garapan meskipun unsur harayang dikandungnya
relatif masih tersedia, namun memerlukan waktu untuk cepatdiikat oleh partikel
tanah, sehingga proses penyuburan kembali
tanah membutuhkan waktu
yang cukup lama. Menurut Abdulrachman et al. (2013),pembuatan kompos
jerami dapat dilakukan dengan dua cara:
1.
Ditumpuk dan
dibalikkan, dan
2.
Ditumpuk dengan
ventilasi tanpa dibalikkan, untuk mempercepat proses dekomposisi menggunakan
dekomposer. Beberapa dekomposer komersialyang digunakan mengandung beberapa
macam mikroba, misalnya M-Decmengandung Trichoderma harzianum, Aspergillus sp.,
dan Trametes sp.Orgadec mengandung Trichoderma pseudokoningi, dan Cytophaga
sp.EM-4 mengandung bakteri fotosintesis, asam
laktat, Actinomycetes, ragi, dan jamur fermentasi.
Probion
adalah bahan pakan aditif ternak yang dapat digunakan secaralangsung sebagai
bahan campuran pakan konsentrat atau meningkatkan kualitasjerami padi melalui
proses fermentasi. Probion merupakan konsorsia mikroba darirumen ternak
ruminansia yang diperkaya dengan mineral esensial untukpertumbuhan mikroba
tersebut (Haryanto, 2012). Kompos yang telah matang ditandai dengan temperatur
yang sudah konstan 40-50 oC, remah, dan berwarnacoklat kehitaman. Kompos yang
didapat sejumlah ± 500 kg dengan kualitas C-organik >12%, C/N ratio 15-25%, kadar air 40-50%, dan
warna coklat mudakehitaman.
2. Pengolahan Jerami Sebagai Pakan Ternak
Sapi
Potensi limbah
pertanian berupa jerami sangat
berlimpah, namun belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Kendala utama
dari pemanfaatan jeramisebagai pakan ternak adalah kandungan serat kasar tinggi
dan protein sertakecernaan yang rendah. Penggunaan jerami secara langsung atau
sebagai pakantunggal tidak dapat memenuhi pasokan nutrisi yang dibutuhkan
ternak (Yunilas,2009). Nilai gizi jerami dapat ditingkatkan melalui fermentasi
probiotik dan hampir menyamai kualitas rumput gajah.
Jerami
yang sudah difermentasikan harus disimpan
di tempat kering
agar mutunya terjaga (Ibrahim et
al., 2000). Jerami sebagai pakan ternak dapatmengefisienkan tenaga kerja untuk
mencari rumput. Bahkan telah dilakukanpenelitian dan pengkajian pemberian
limbah pertanian jerami untuk ternak denganmenambahkan mikroba dan urea
(Ibrahim et al., 2000). Menurut Haryanto et al.(2002), setiap hektar
sawah menghasilkan jerami segar 12-15 ton/ha/musim dan setelah
melalui proses fermentasi menghasilkan 5-8 ton/ha yang dapatdigunakan untuk
pakan 2-3 ekor sapi/tahun. Menurut Haryanto (2004), produksijerami padi
tersebut dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak sebanyak 1.196.432 ekor/musim.
Menurut
Syamsu (2006), komposisi nutrisi
jerami padi yang
telah difermentasi dengan menggunakan starter mikroba (starbio) sebanyak
0,06% dariberat jerami padi, secara umum memperlihatkan peningkatan kualitas
dibandingjerami padi yang tidak difermentasi. Kadar protein
kasar jerami padi
yang difermentasi mengalami peningkatan
dari 4,23% menjadi 8,14% dandiikuti dengan penurunan kadar serat kasar.
Hal
ini menunjukkan indikasi bahwa starter mikroba merupakan mikrobaproteolitik
yang menghasilkan enzim protease yang dapat merombak proteinmenjadi polipeptida
yang selanjutnya menjadi peptide sederhana. Penggunaan starter
mikroba menurunkan kadar dinding
sel jerami padi dari 73,41% menjadi66,14%. Selama fermentasi terjadi pemutusan
ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa jerami padi.
Mikroba
lignolitik dalam starter mikroba membantu perombakan ikatanlignoselulosa,
sehingga selulosa dan lignin dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim
lignase. Fenomena ini terlihat dengan menurunnya kandungan selulosa danlignin
jerami padi yang difermentasi. Lignin merupakan benteng pelindung fisikyang
menghambat daya cerna enzim terhadap jaringan tanaman dan ligninberikatan erat
dengan hemiselulosa. Di lain pihak dengan menurunnya kadar dinding sel menunjukkan telah terjadi pemecahan selulosa
dinding sel sehingga pakan akan menjadi lebih mudah dicerna oleh ternak.
Hasil
fermentasi jerami mampu meningkatkan kadar gizi yangdikandungnya sehingga
diharapkan berdampak terhadap pertambahan
bobot hidup ternak. Menurut Suyasa et al. (2004), sapi-sapi yang
diberikan pakantambahan seperti jerami dan probiotik mampu memberikan
pertambahan bobothidup 0,56-0,68 kg/ekor/hari
lebih tinggi dibandingkan cara petani.
Untuk jeramifermentasi memiliki peluang sebagai pengganti rumput yang selama
inidimanfaatkan sebagai pakan utama ternak khususnya sapi, karena ke
depannampaknya lahan akan semakin sulit sedangkan di sisi lain ternak semakin
dibutuhkan.
3. Pemanfaatan Dedak sebagai Pakan Ternak
Dedak
merupakan hasil sampingan proses penggilingan padi menjadi berasyang terdiri
dari lapisan aleuron dan sebagian kecil endosperma, pericarp, pegmen,dan germ
(Tangendjaja, 1988). Dedak dihasilkan sebanyak 8-10% dari berat padiyang
digiling, sehingga ketersediannya cukup melimpah. Menurut Udiyono(1987), dedak
padi secara kimiawi mengandung bahan kering 88,30%; serat kasar15,30%; abu
9,90%, protein kasar 10,10%, lemak kasar
4,90%, dan BETN 48,10%.
Dedak merupakan
sumber karbohidrat yang mudah tersedia dan sangat efektif dalam
memperbaiki kualitas fermentasi dan jerami padi (Bolsen et al.,1996). Pemberian
dedak dan probiotik bioplas pada induk bunting sapi lokal DASKatingan dapat
meningkatkan bobot badan induk sapi sekitar 0,5 kg/ekor/hari
dan dapat meningkatkan bobot lahir anak sekitar 10,5
kg dibandingkan kontrol8,9 kg.
Konsumsi
pakan meningkat sekitar 5,2 kg. Selain itu, pemberian dedak danprobiotik
bioplas pada induk sapi lokal DAS Katingan dapat estrus kembali setelah62 hari
setelah melahirkan dibandingkan dengan kontrol sekitar 85 hari
setelahmelahirkan (Salfina, 2012).
2.4 Pengolahan Pupuk Kandang
Kotoran
ternak merupakan salah satu masalah yang cukup mengganggulingkungan dari segi
kebersihan dan bau
yang tidak sedap. Di sisi lain,
terdapatpermasalahan sawah yang sakit, sehingga tidak dapat memberikan
hasil panen yang tinggi
karena kekurangan unsur hara yang kemungkinan besar terkurasnya
bahanorganik dan unsur- unsur mikro dari tanah. Teknologi pengolahan kotoran
ternakmenjadi kompos merupakan alternatif pemecahan masalah lingkungan dan
dapatmengatasi masalah lahan sawah yang sakit.
Salah
satu metode yang mudah dilakukan
untuk membuat pupuk
kandangyaitu kotoran ternak dikumpulkan di tempat pembuatan pupuk
kandang yang terlindung dari
panas matahari dan terlindung dari air hujan. Kemudian dicampurdengan imbangan
2,5 kg Probiotik; 2,5 kg urea; 2,5 kg TSP; 100 kg abu sekam untuksetiap ton
bahan pupuk yang ditumpuk sampai sekitar 1 meter. Campuran didiamkanselama ± 3
minggu (dibalik setiap minggu).
Keberhasilan
proses dekomposisi akan diikuti dengan peningkatan relatif sama,
maka dilakukan pengeringan dengan sinar matahari selama 1
minggu,kemudian dilakukan penyaringan secara fisik, sehingga siap untuk
dipergunakan(Haryanto, 2004). Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan hasil
gabah keringpanen pada musim tersebut apabila dikombinasi dengan pupuk
anorganik takaranrendah (Syam dan Sariubang, 2004).
Pemanfaatan
kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk cair dan pupuk kompos diharapkan dapat
dijadikan sumber penghasilan tambahan
bagi peternak dan dapat
memperbaiki kesuburan lahan pertanian. Introduksi teknologi pola
integrasi ternak dengan tanaman padi mampu meningkatkan pendapatan
petani sebesar Rp 34.488.800,-
lebih tinggi dibandingkan teknologi tradisional sebesar Rp
22.903.200,- dan berdasarkan analisis R/C ratio sebesar 6, lebih tinggi
dibandingkan dengan pola tradisional dengan R/C ratio sebesar 4, sehingga layak
untuk diusahakan oleh petani(Tabel 1).
Usahatani integrasi ternak sapi dengan
padi merupakan usahatani
yang efisien dan dinilai efektif untuk perbaikan pendapatan usahatani
rakyat dengan pemilikan lahan
sempit di pedesaan. Usahatani pola integrasi
padi-sapimeningkatkan pendapatan petani
sebesar 70% pada usahatani skala luas tanamanpadi 5 ha dan kepemilikan
sapi sebanyak 20 ekor
(Basuni et al., 2010b).
Adanya
kegiatan SIPT, pengembangan ternak
sapi potong di beberapadaerah wilayah potensial berdampak
positif dalam hal peningkatan populasi sapi dalamnegeri, sehingga diharapkan
mampu berswasembada daging di tahun mendatang.Program SIPT bertujuan untuk
menjaga keseimbangan stok ternak lokal sebagai plasma nutfah
yang sangat besar
nilainya sekaligus untuk menekan kebutuhanimpor daging yang
selama ini sulit
dibendung sebagai akibat dari
tingginya permintaan daging dalam
negeri, akibatnya menguras devisa Negara yang cukup besar(Muslim dan Nurasa,
2006).
Selain
itu, SIPT memberikan dampak positif bagi petani sekitarnya (yang bukan peserta
program) secara tidak langsung terimbas oleh adanya informasi yang disampaikan
oleh peternak SIPT. Di Nusa Tenggara Barat, adanya SIPT mampumeningkatkan kinerja
kelompok peternak dalam jual beli
ternak sapi Keremen.Sedangkan di Jawa Timur dengan pola tanam padi 3 kali/tahun
dan merupakan daerahirigasi teknis, maka jerami sepenuhnya untuk kebutuhan
pakan ternak. Pemberianjerami untuk pakan ternak cukup tinggi yaitu 25
kg/hari/ekor untuk sapi
bibit dan 31kg/hari/ekor untuk penggemukan sapi
(Muslim, 2006a).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem
integrasi padi-ternak (SIPT) dalam sistem pertanian merupakan strategiyang sangat
penting untuk mewujudkan usaha tani yang ramah lingkungan,kesejahteraan petani
dan masyarakat desa. SIPT merupakan salah satu programpemerintah untuk
mewujudkan kedaulatan pangan yang telah menjadi
hak seluruh rakyat Indonesia
untuk memperoleh pangan yang sehat, cukup, dan mudah diaksesuntuk
keberlangsungan hidup. Prinsip dari SIPT adalah usaha tani yang
menerapkanzero waste dengan memanfaatkan sumber daya lokal yaitu
jerami padi, dedak, dankotoran ternak secara efisien.
Program
SIPT diinisiasi bersamaan dengan
program pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Selain itu,
pengembangan sistem usahatani SIPT perlu dilakukanmelalui pendekatan kelompok
tani untuk memudahkan penyuluhan pertanian, adopsiteknologi padi- ternak, dan
saluran bantuan pemerintah.
Keuntungan dari
pola integrasi padi-ternak yaitu pemanfaatan potensi
limbahtanaman sebagai sumber pakan ternak, memanfaatkan kotoran ternak sebagai
pupukkandang, menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan, dan meningkatkan
partisipasimasyarakat dalam mewujudkan usaha agribisnis yang berdaya saing,
ramahlingkungan, dan mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrachman,
S., M.J.
Mejaya, P. Sasmita dan A. Guswara. 2013.
PengomposanJerami. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Anonim.
2011. Roadmap peningkatan produksi padi nasional (P2BN) menuju surplus beras 10
juta ton. Kementerian Pertanian. Jakarta. 40 hal.
Anonim.
2013. Kebutuhan daging sapi 2014 diprediksi
593.040ton.http://www.investor.co.id /agribusiness/kebutuhan-daging-sapi-2014-diprediksi-593040-ton/74642.
Diakses 5 Mei 2014 pukul 9:58 WIB
Arifin,
B. 2011. Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan. Kongres IlmuPengetahuan
Indonesia (KIPNAS) X. Jakarta. 24 Hal.
Balitbangtan
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian). 2011. Varietas unggul padi untuk
rakyat mendukung swasembada beras berkelanjutan. Kementerian Pertanian. 68 hal.
Basuni,
R., Muladno, C. Kusmana dan Suryahadi. 2010a. Sistem integrasi padi- sapipotong
di lahan sawah. Buletin IPTEK Tanaman Pangan, 5(1): 31-48.
0 Response to "Makalah Teknologi Budidaya Padi Diindonesia"
Posting Komentar